Pages

Impian

hidup itu berawal dari impian

Labels

About Me

Foto Saya
berharap semuanya akan bermuara di satu tempat :-)

Senin, 21 Oktober 2013

Rhyme in Peace Ibu





Dia terbaring lemah tak berdaya di bilik kecil yang terbuat dari bambu. Dulu dia begitu kuat , tak ada satupun keluhannya tentang kehidupan. Namun kini perempuan separuh baya itu mengalami kenyataan pahit dalam hidupnya. Hidupnya seolah diselimuti kabut hitam nan pekat, seolah tak akan ada lagi mentari bersinar di hari-harinya. Perlahan dia goreskan tinta hitam di kertas putih kosong itu, menuliskan doa dan harapannya tentang kehidupan.
“terbanglah balonku, sampaikan permintaanku pada Tuhan agar dia mendengarnya.”
Perempuan itu selalu menuliskan harapannya yang ia terbangkan bersama balo udara itu setiap tanggal 16 pada setiap bulannya.
“ibu, apa yang harus aku lakukan untuk membahagiakanmu ?”
“tidak ada sayang, kamu telah merawatku dengan begitu baik. Ibu bangga memiliki anak sepertimu.”
Gadis berparas ayu itu bernama Alinda, dia masih berusia belia. Tak ada hal lain yang dia khawatirkan selain ibunya. Baginya , dunianya adalah ibunya.
***
“Ku dengar ibumu sakit ya nda ?”
“iyah sis, sudah 3 tahun dia menderita diabetes mellitus. Penyakit itu mengganggu fungsi organ lainnya. Ibu mengalami komplikasi, matanya tak dapat melihat dengan jelas, kepalanya terasa begitu sakit pada waktu tertentu, dan ada sebagian organ lain yang terendam oleh cairan, hati dan ginjal pun tak berfungsi dengan baik.”
“astaga, begitu memilukan. Coba bawa ibumu itu ke pengobatan tradisional, tak jauh di sekitar sini. Semoga bisa membantu menyembuhkan penyakit ibumu.”
***
Dia langsung bergegas meninggalkan tempat itu, menuju sebuah tempat kecil yang kumuh. Diam-diam dia memperhatikan sosok yang terbaring di sudut ruangan itu. Perempuan itu terlihat sedang menangis. Berusaha menyilet-nyilet urat nadinya.
“ibu, apa yang sedang kau lakukan ? sabar bu, ibu pasti sembuh. Sore ini aku akan membawa ibu berobat ke pengobatan tradisional, tempatnya tidak jauh dari sini. Lekaslah ibu bersiap ! sebentar lagi kita akan berangkat. Aku sudah menyewa mobil untuk mengantar kita ke tempat itu.”
Avanza silver itu mengantarkan  mereka ke tempat tujuan. Jalannyapun cukup terjal dan berliku. Mereka harus menempuh perjalanan selama satu jam, waktu yang cukup lama. Sesampainya disana, seluruh badannya diolesi ramuan. Ramuan itu terlihat sangat panas, diapun menjerit kesakitan karenanya.
***
Pagi itu Alinda menemukan sebuah surat di mail box depan rumahnya. Surat itu berisi tentang panggilan untuk melanjutkan study ke Amerika. Namun batinnya bergejolak, seolah kebahagiaannya lenyap ketika dia mengingat ibunya. Dia tidak mungkin meninggalkan ibunya sendiri tak berteman. Diapun akhirnya berusaha mengubur impiannya itu dan menyembunyikan kabar baik itu dari ibunya.
“Ibu, bagaimana keadaanmu hari ini ?”
“sama saja sayang, tetap seperti biasanya.”
Setelah berobat di pengobatan tradisional itu tak ada pertanda kesembuhan untuknya. Bahkan hari demi hari penyakit itu bertambah parah. Dia hadirkan kesakitan di setiap hembusan nafasnya. Hatinya terasa diiris sembilu. Mendengar kenyataan pahit itu. Aliran darahnya pun terasa membeku, detak jantungpun terasa tak berjalan dengan semestinya, pikirannya hanya tertuju padanya. Pada sosokmalaikat yang terbaring lemah di ruang anthorium 1. Lagi dan lagi, ibunya dirawat di rumah sakit untuk yang ke 16 kalinya. Sudah 3 tahun ini perempuan separuh baya itu menghabiskan waktunya di tempat memilukan itu. Tempat yang penuh dengan cerita sendu, rantaian cerita hidup yang menyedihkan.
“apa yang sedang terjadi dok ?”
“ibumu harus diamputasi.”                                                            
“kenapa bisa ?”
“terdapat luka di kakiknya, dan itu tak bisa disembuhkan. Diapakan sebenarnya kakinya hingga seperti ini ?”
“seminggu yang lalu saya bawa ibu berobat ke tempat pengobatan tradirional.”
“mereka telah melakukan mal praktek , ibumu harus di amputasi.”
“adakah alternative lain dok ?’’
“mungkin hanya salep ini yang dapat bereaksi, semoga bisa menyembuhkan.”
Gadis itu merasakan kepedihan yang mendalam mendengar pernyataan dokter itu. Dia tidak memberitahu ibunya tentang vonis dokter tersebut. Hari demi hari dia berusaha untuk terlihat tegar di depan ibunya.
“ibu, mari kita bernyanyi bersama. Ibu mau nyanyi lagu apa ?”
“boleh, lagu blackout sayang (selalu ada).”
            Dia kini telah pergi jauh
            Terbang tinggi tinggalkanku disini
            Tuhan engkau tau aku mencintainya
            Dan tak ada yang bisa mengganti dirinya
            Tuhan hanya dia yang selalu ada
            Dalam anganku dalam benakku
Lyric lagunya begitu menyayat hati. Mereka bernyanyi sambil menangis. Terlihat raut kebahagiaan di wajah ibunya. Sore itu kebahagiaan tercipta di ruangan itu.
***
“sekarang tanggal berapa ?”
“tanggal 16 bu, kenapa ?”
“tolong terbangkan balon ini bersama surat kecil ini nak.”
“dimana bu ?”
“di sebuah taman dekat danau.”
Pagi itu Alinda bergegas pergi mengabulkan permintaan ibunya. Dia terdiam memandangi air danau yang begitu tenang. Lalu dia bertemu dengan sesosok laki-laki tua disana.
“ini untukmu.”
Dia memberikan sebuah bingkisan kecil. Lalu pergi menghilang dengan cepat. Bingkisan itu berisi sebuah al-qur’an. Didalamnya ada sebuah catatan kecil.
“bacalah a-qur’an ini , insya Allah hidupmu akan tenang. Seberat apapun beban yang kamu pikul. Allah akan selalu menunjukkan jalan keluarnya.”
Sejak saat itu Alinda membaca al-Qur’an setiap selesai sholat. Dia titipkan nama ibunya di setiap doanya. Hidupnya terasa lebih tenang dari sebelumnya.
***
Dia memutuskan untuk keluar mencari udara segar. Sambil duduk menatapi anak-anak yang sedang bermain dengan riangnya. Saat dia memutuskan untuk kembali ke ruangan ibunya, dia melihat ada dua buah sandal di depan ruangan itu. Diapun berusaha mengamati dari celah kecil jendela ruangan itu. Terlihat ada dua orang laki-laki disana sedang membicarakan sesuatu dan Nampak terlihat serius. Pintu kamarpun terbuka, dia berusaha bersembunyi di balik Koran yang dibacanya.
“apa yang sedang terjadi ibu ? siapa mereka ?”
“mereka bilang kamu dapat beasiswa ke Amerika, kenapa kamu tidak pernah mengatakannya pada ibu ?’’
“i.. itu .”
“pergilah nak, masa depanmu harus lebih baik dari ibu.”
“tapi bu, aku ga bisa meninggalkan ibu sendiri.”
“ibu merelakan kepergianmu nak.”
Suasanapun menjadi hening seketika saat itu.
***
“tidak, ibu tidak mungkin meninggal.”
Alinda terbangun dari mimpi buruknya. Dia berusaha mencubit pipinya. Meyakinkan bahwa itu hanya mimpi. Diapun mengamati ibunya dengan baik, dan ibunya terlihat dalam keadaan baik. Jantungnya pun masih berfungsi seperti biasanya. Dan semuanya baik-baik saja.
“nak, bacakan surat yasin untuk ibu. Ibu ingin mendengar lantunannya.”
Dia membaca satu persatu ayat itu dengan sangat tartil. Suaranya begitu menyejukkan hati.
“titttttttt…”
Alat pendeteksi detak jantung itu sudah tidak bisa membacanya lagi. Itu artinya ibunya telah tiada.
“ibu, bangun ibu. Coba ikuti alinda. Lailahailallah….”
Matanya tertutup untuk selamanya. Alinda harus menerima kenyataan pahit itu. Itu bukan mimpi buruk, tapi itu adalah sebuah kenyataan tentang pahitnya kehidupan. Adakalanya seseorang yang didamba pergi untuk selamanya, namun Allah selalu memiliki rencana lain yang sudah dipersiapkan bagi setiap hambanya. Takdirnya akan lebih indah dari yang dibayangkan.
“selamat jalan ibu, rhyme in peace.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar