Dia terbaring lemah tak berdaya di
bilik kecil yang terbuat dari bambu. Dulu dia begitu kuat , tak ada satupun
keluhannya tentang kehidupan. Namun kini perempuan separuh baya itu mengalami
kenyataan pahit dalam hidupnya. Hidupnya seolah diselimuti kabut hitam nan
pekat, seolah tak akan ada lagi mentari bersinar di hari-harinya. Perlahan dia
goreskan tinta hitam di kertas putih kosong itu, menuliskan doa dan harapannya
tentang kehidupan.
“terbanglah balonku, sampaikan
permintaanku pada Tuhan agar dia mendengarnya.”
Perempuan itu selalu menuliskan
harapannya yang ia terbangkan bersama balo udara itu setiap tanggal 16 pada
setiap bulannya.
“ibu, apa yang harus aku lakukan
untuk membahagiakanmu ?”
“tidak ada sayang, kamu telah
merawatku dengan begitu baik. Ibu bangga memiliki anak sepertimu.”
Gadis berparas ayu itu bernama
Alinda, dia masih berusia belia. Tak ada hal lain yang dia khawatirkan selain
ibunya. Baginya , dunianya adalah ibunya.
***
“Ku dengar ibumu sakit ya nda ?”
“iyah sis, sudah 3 tahun dia menderita
diabetes mellitus. Penyakit itu mengganggu fungsi organ lainnya. Ibu mengalami
komplikasi, matanya tak dapat melihat dengan jelas, kepalanya terasa begitu
sakit pada waktu tertentu, dan ada sebagian organ lain yang terendam oleh
cairan, hati dan ginjal pun tak berfungsi dengan baik.”
“astaga, begitu memilukan. Coba bawa
ibumu itu ke pengobatan tradisional, tak jauh di sekitar sini. Semoga bisa
membantu menyembuhkan penyakit ibumu.”
***
Dia langsung bergegas meninggalkan
tempat itu, menuju sebuah tempat kecil yang kumuh. Diam-diam dia memperhatikan
sosok yang terbaring di sudut ruangan itu. Perempuan itu terlihat sedang
menangis. Berusaha menyilet-nyilet urat nadinya.
“ibu, apa yang sedang kau lakukan ?
sabar bu, ibu pasti sembuh. Sore ini aku akan membawa ibu berobat ke pengobatan
tradisional, tempatnya tidak jauh dari sini. Lekaslah ibu bersiap ! sebentar
lagi kita akan berangkat. Aku sudah menyewa mobil untuk mengantar kita ke
tempat itu.”
Avanza silver itu mengantarkan mereka ke tempat tujuan. Jalannyapun cukup
terjal dan berliku. Mereka harus menempuh perjalanan selama satu jam, waktu
yang cukup lama. Sesampainya disana, seluruh badannya diolesi ramuan. Ramuan
itu terlihat sangat panas, diapun menjerit kesakitan karenanya.
***
Pagi itu Alinda menemukan sebuah
surat di mail box depan rumahnya. Surat itu berisi tentang panggilan untuk
melanjutkan study ke Amerika. Namun batinnya bergejolak, seolah kebahagiaannya
lenyap ketika dia mengingat ibunya. Dia tidak mungkin meninggalkan ibunya
sendiri tak berteman. Diapun akhirnya berusaha mengubur impiannya itu dan
menyembunyikan kabar baik itu dari ibunya.
“Ibu, bagaimana keadaanmu hari ini
?”
“sama saja sayang, tetap seperti
biasanya.”
Setelah berobat di pengobatan
tradisional itu tak ada pertanda kesembuhan untuknya. Bahkan hari demi hari
penyakit itu bertambah parah. Dia hadirkan kesakitan di setiap hembusan
nafasnya. Hatinya terasa diiris sembilu. Mendengar kenyataan pahit itu. Aliran
darahnya pun terasa membeku, detak jantungpun terasa tak berjalan dengan
semestinya, pikirannya hanya tertuju padanya. Pada sosokmalaikat yang terbaring
lemah di ruang anthorium 1. Lagi dan lagi, ibunya dirawat di rumah sakit untuk
yang ke 16 kalinya. Sudah 3 tahun ini perempuan separuh baya itu menghabiskan
waktunya di tempat memilukan itu. Tempat yang penuh dengan cerita sendu,
rantaian cerita hidup yang menyedihkan.
“apa yang sedang terjadi dok ?”
“ibumu harus
diamputasi.”
“kenapa bisa ?”
“terdapat luka di kakiknya, dan itu
tak bisa disembuhkan. Diapakan sebenarnya kakinya hingga seperti ini ?”
“seminggu yang lalu saya bawa ibu
berobat ke tempat pengobatan tradirional.”
“mereka telah melakukan mal praktek
, ibumu harus di amputasi.”
“adakah alternative lain dok ?’’
“mungkin hanya salep ini yang dapat
bereaksi, semoga bisa menyembuhkan.”
Gadis itu merasakan kepedihan yang
mendalam mendengar pernyataan dokter itu. Dia tidak memberitahu ibunya tentang
vonis dokter tersebut. Hari demi hari dia berusaha untuk terlihat tegar di
depan ibunya.
“ibu, mari kita bernyanyi bersama.
Ibu mau nyanyi lagu apa ?”
“boleh, lagu blackout sayang (selalu
ada).”
Dia kini telah pergi jauh
Terbang tinggi tinggalkanku disini
Tuhan engkau tau aku mencintainya
Dan tak ada yang bisa mengganti
dirinya
Tuhan hanya dia yang selalu ada
Dalam anganku dalam benakku
Lyric lagunya begitu menyayat hati.
Mereka bernyanyi sambil menangis. Terlihat raut kebahagiaan di wajah ibunya.
Sore itu kebahagiaan tercipta di ruangan itu.
***
“sekarang tanggal berapa ?”
“tanggal 16 bu, kenapa ?”
“tolong terbangkan balon ini bersama
surat kecil ini nak.”
“dimana bu ?”
“di sebuah taman dekat danau.”
Pagi itu Alinda bergegas pergi
mengabulkan permintaan ibunya. Dia terdiam memandangi air danau yang begitu
tenang. Lalu dia bertemu dengan sesosok laki-laki tua disana.
“ini untukmu.”
Dia memberikan sebuah bingkisan
kecil. Lalu pergi menghilang dengan cepat. Bingkisan itu berisi sebuah
al-qur’an. Didalamnya ada sebuah catatan kecil.
“bacalah a-qur’an ini , insya Allah
hidupmu akan tenang. Seberat apapun beban yang kamu pikul. Allah akan selalu
menunjukkan jalan keluarnya.”
Sejak saat itu Alinda membaca
al-Qur’an setiap selesai sholat. Dia titipkan nama ibunya di setiap doanya.
Hidupnya terasa lebih tenang dari sebelumnya.
***
Dia memutuskan untuk keluar mencari
udara segar. Sambil duduk menatapi anak-anak yang sedang bermain dengan
riangnya. Saat dia memutuskan untuk kembali ke ruangan ibunya, dia melihat ada
dua buah sandal di depan ruangan itu. Diapun berusaha mengamati dari celah
kecil jendela ruangan itu. Terlihat ada dua orang laki-laki disana sedang
membicarakan sesuatu dan Nampak terlihat serius. Pintu kamarpun terbuka, dia
berusaha bersembunyi di balik Koran yang dibacanya.
“apa yang sedang terjadi ibu ? siapa
mereka ?”
“mereka bilang kamu dapat beasiswa
ke Amerika, kenapa kamu tidak pernah mengatakannya pada ibu ?’’
“i.. itu .”
“pergilah nak, masa depanmu harus
lebih baik dari ibu.”
“tapi bu, aku ga bisa meninggalkan
ibu sendiri.”
“ibu merelakan kepergianmu nak.”
Suasanapun menjadi hening seketika
saat itu.
***
“tidak, ibu tidak mungkin
meninggal.”
Alinda terbangun dari mimpi
buruknya. Dia berusaha mencubit pipinya. Meyakinkan bahwa itu hanya mimpi.
Diapun mengamati ibunya dengan baik, dan ibunya terlihat dalam keadaan baik.
Jantungnya pun masih berfungsi seperti biasanya. Dan semuanya baik-baik saja.
“nak, bacakan surat yasin untuk ibu.
Ibu ingin mendengar lantunannya.”
Dia membaca satu persatu ayat itu
dengan sangat tartil. Suaranya begitu menyejukkan hati.
“titttttttt…”
Alat pendeteksi detak jantung itu sudah
tidak bisa membacanya lagi. Itu artinya ibunya telah tiada.
“ibu, bangun ibu. Coba ikuti alinda.
Lailahailallah….”
Matanya tertutup untuk selamanya.
Alinda harus menerima kenyataan pahit itu. Itu bukan mimpi buruk, tapi itu
adalah sebuah kenyataan tentang pahitnya kehidupan. Adakalanya seseorang yang
didamba pergi untuk selamanya, namun Allah selalu memiliki rencana lain yang
sudah dipersiapkan bagi setiap hambanya. Takdirnya akan lebih indah dari yang
dibayangkan.
“selamat jalan ibu, rhyme in peace.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar