MAKALAH
MU’JIZAT Al-QUR’AN
Diajukan untuk memenuhi tugas Mandiri
Mata kuliah :
Pengantar Study Al-Qur’an
Dosen Pengampu : Jajang Aisyul Muzakki, M.Pdi
Disusun
Oleh :
Ririn Rianingsih
NIM : 14111320123
TARBIYAH / PBI - B / I
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2011
1.1 Latar Belakang
Al-Qur'an merupakan satu-satunya
kitab samawi yang dengan jelas dan tegas menyatakan bahwa tidak seorang pun
yang mampu mendatangkan kitab sepertinya, meskipun seluruh manusia dan jin
berkumpul untuk melakukan hal itu.Bahkan, mereka tidak akan mampu sekalipun
untuk menyusun, misalnya, sepuluh surat saja, atau malah satu surat pendek
sekalipun yang hanya mencakup satu baris saja.Oleh karena itu, Al-Qur'an
menantang seluruh umat manusia untuk melakukan hal itu. Dan banyak sekali
ayat-ayat Al-Qur'an yang menekankan tantangan tersebut. Sesungguhnya
ketidakmampuan mereka untuk mendatangkan hal yang sama dan memenuhi tantangan
tersebut merupakan bukti atas kebenaran kitab suci itu dan risalah Nabi
Muhammad saw dari Allah SWT.
Dengan demikian, tidak diragukan
lagi bahwa Al-Qur'an telah membuktikan pengakuannya sebagai mukjizat.
Sebagaimana Rasul saw, pembawa kitab ini, tersebut telah menyampaikannya kepada
umat manusia sebagai mukjizat yang abadi dan bukti yang kuat atas kenabiannya
hingga akhir masa. Hari ini setelah 14 abad berlalu bahana suara Ilahi itu
masih terus menggema di tengah umat manusia melalui media-media informasi dan
sarana-sarana komunikasi, baik dari kawan maupun lawan. Itu semua merupakan hujjah
atas mereka.
Atas dasar uraian di atas, setiap
manusia berakal yang mempunyai kesadaran yang cukup merasa yakin setelah
memperhatikan hal-hal tersebut bahwa Al-Qur'an merupakan kitab samawi yang
istimewa, yang tidak mungkin ditiru atau dipalsukan, dan tidak mungkin pula
bagi setiap individu atau kelompok manapun untuk mendatangkan kitab yang
sepadan dengannya, sekalipun mereka mengerahkan seluruh kekuatan dan telah
menjalani pendidikan dan pelatihan demi hal itu.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Apa definisi
Mukjizat Al-Qur’an?
1.2.2
Apa saja
syarat-syarat Mukjizat Al-Qur’an?
1.2.3
Bagaimana Uslub Al-Qur’an itu ?
1.2.4
Bagaimana
Mukjizat menurut agama islam ?
1.2.5
Sebutkan segi
kemukjizatan Al-Qur’an !
1.2.6
Sebutkan makna
mukjizat Al-Qur’an ?
1.2.7
Bagaimana
kemukjizatan dari segi pembentukan hukum ?
1.3 Tujuan
Penulisan
1.3.1 Untuk Mengetahui definisi
Mukjizat Al-Qur’an
1.3.2 Untuk Mengetahui
syarat-syarat Mukjizat
1.3.3 Untuk Mengetahui Uslub
Al-Qur’an
1.3.4
Untuk Mengetahui
Mukjizat menurut agama islam
1.3.5
Untuk Mengetahui
segi kemukjizatan Al-Qur’an
1.3.6
Untuk Mengetahui
Makna Mukjizat Al-Qur’an
1.3.7
Untuk Mengetahui Kemukjizatan Al-Qur’an
dari Segi Pembentukan Hukum
2.1 Pengertian
Mu’jizat secara etimologis (bahasa)
berarti melemahkan. Sementara menurut terminology (istilah), mu’jizat ialah
sesuatu yang biasa yang diperlihatkan Allah melalui para Nabi dan Rasul-Nya
atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulan. Kata mu’jizat ini tidak
terdapat dalam Al-Qur’an. Namun, untuk menerangkan Mu’jizat, al-Qur’an
menggunakan istilah ayat atau bayyinat. Baik ayat atau bayyinah mempunyai
dua macam arti. Yang pertama artinya perkabaran ilahi, yang berupa ayat-ayat
suci alQur’an, sedangkan yang kedua yaitu mencakup mu’jizat atau tanda bukti.
Mu’jizat didefinisikan oleh pakar agama
islam, antara lain, sebagai suatu hal atau peristiwa yang luar biasa yang
terjadi melalui seseorang yang mengaku Nabi. Sebagai bukti kenabiannya yang
ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa,
namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu.
Umumnya , mu’jizat para nabi dan rasul itu
berkaitan dengan masalah yang dianggap mempunyai nilai tinggi dan diakui
sebagai suatu keunggulan oleh masing-masing umatnya pada masa itu. Misalnya,
zaman Nabi Musa As. Adalah zaman keunggulan tukang-tukang sihir, maka mu’jizat
utamanya adalah untuk mengalahkan tukang-tukang sihir tersebut. zaman Nabi Isa
As. Adalah zaman kemajuan ilmu kedokteran, maka mu’jizat utamanya adalah
menyembuhkan penyakit yang tidak dapat disembuhkan pengobatan biasa, yaitu
menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan dan orang yang berpenyakit
sopak, serta menghidupkan orang yang sudah mati. Dan zaman Nabi Muhammad adalah
zaman keemasan kesusastraan Arab, maka mu’jizat utamnya adalah Al-Qur’an.
Mu’jizat Nabi Muhammad SAW. Memiliki kekhususan dibandingkan dengan mu’jizat
nabi-nabi lainnya. Karena mu’jizat Al-Qur’an bersifat Universal dan eternal
(Abadi), yakni berlaku untuk semua umat manusia sampai akhir zaman.
2.2
Syarat-syarat Mu’jizat Al-Qur’an
Syarat-syarat Mu’jizat menurut penjelasan
ulama ada lima, yaitu :
1) Mu’jizat
adalah sesuatu yang tidak sanggup dilakukan siapapun selain Allah Tuhan
sekalian alam.
2) Tidak
sesuai dengan kebiasaan dan berlawanan dengan hukum alam.
3) Mu’jizat
harus berupa hal yang dijadikan saksi oleh seorang yang mengaku membawa risalah ilahi sabagai bukti atas
kebenaran pengakuannya
4) Terjadi
bertepatan dengan pengakuan Nabi yang mengajak bertanding menggunakan mu’jizat
tersebut
5) Tidak
ada seorangpun yang dapat membuktikan dan membandingkan dalam perbandingan
tersebut.
Kelima syarat
tersebut apabila terpenuhi, maka suatu hal yang timbul di luar kebiasaan adalah
merupakan mu’jizat yang menyatakan atas kenabian orang yang mengemukakannyadan
mu’jizat akan muncul dari tangannya. Bila kelima persyaratan tersebut tidak
tercapai, maka tidak disebut mu’jizat dan bukan pula sebagai dalil dari
kebenaran seorang yang mengakunya.
2.3 Uslub Al-Qur’an
Keindahan uslub Al-Qur’an benar-benar
membuat orang-orang Arab atau luar Arab terpesona. Kehalusan bahasa, keanehan
yang menakjubkan dalam ekspresi, cirri-ciri khas balaghah dan fashahah
baik yaan Al-Qur’an abstrak maupun yang konkret, dapat mengungkapkan rahasia
keindahan dan kekudusan Al-Qur’an.
Nabi SAW. Pernah menantang orang-orang
kafir untuk bertanding melawan Al-Qur’an. Ternyata mereka tidak mampu dan
kebingungan. Jago-jago retorika Arab menjadi bungkam seribu bahasa.
Al-Qur’an al-Karim dalam uslubnya yang
menakjubkan mempunyai beberapa keistimewaan, diantaranya :
1. Kelembutan
Al-Qur’an secara lafzhiah
2. Keserasian
Al-Qur’an baik untuk awam maupun cendikia
3. Sesuai
dengan akal dan perasaan
4. Keindahan
sajian Al-Qur’an serta susunan bahasanya
5. Keindahan
dalam liku-liku ucapan atau kalimat serta beraneka ragam dalam bentuknya
6. Al-Qur’an
mencakup dan memenuhi persyaratan
7. Dapat
dimengerti sekaligus dengan memahami segi yang tersurat. (said agil husein al
munawar “al-qur’an membangun tradisi kesalehan hakiki, Ciputat Press . jakarta 2003)
Keharmonisan
irama yang timbul dari rangkaian kata dan kalimat telah ada di dalam setiap
lafadz dan setiap ayat Al-Qur’an, sehingga gema irama yang harmonis itu saja hairmanmper
merupakan lukisan tersendiri yang lengkap menggambarkan warna yang segar atau
yang pucat serta menampakkan bayangan yang tipis atau tebal. Sebagaimana
firmannya
ﻮﺠﻮﻩﻴﻭﻤﺈﺬﻨﺎﻀﺮﺓ﴿٢٢﴾ﺍﻟﻰﺮﺑﻬﺎﻨﺎﻆﺮﺓ﴿٢٣﴾ﻭﻮﺟﻭﻩﻴﻮﻤﺈﺫﺒﺎﺴﺮ﴿٢٤﴾ﺘﻅﻦﺍﻦﻴﻔﻌﻞﺑﻬﺎﻓﺎﻗﺭﺓ﴿۲۵﴾
Artinya :
“Pada
hari itu (hari kiamat) wajah (orang-orang yang beriman) elok berseri-seri, kepada
tuhannya mereka memandang. Dan wajah (orang-orang kafir) pada hari itu suram
dan muram (karena) yakin bencana dahsyat akan menimpa diri mereka.
(al-Qiyamah/75: 22-25).
2.4 Mukjizat menurut Agama Islam
a). Tujuan dan Fungsi Mukjizat
Mukjizat berfungsi sebagai bukti
kebenaran nabi. Keluarbiasaan yang tampak atau terjadi melalui mereka itu
diibaratkan sebagai ucapan Tuhan : “Apa
yang dinyatakan sang nabi adalah benar. Dia adalah utusan-ku, dan buktinya
adalah aku melakukan mukjizat itu.”
Mu’jizat, walaupun dari segi bahasa berarti melemahkan
sebagaimana dikemukakan tadi, dari segi agama, ia sama sekali tidak dimaksudkan
untuk melemahkan atau membuktikan ketidakmampuan yang ditantang. Mu’jizat
ditampilkan oleh Tuhan melalui hamba-hamba pilihan-Nya untuk membuktikan
kebenaran ajaran Ilahi yang dibawa oleh masing-masing Nabi. Jika demikian
halnya, paling tidak mengandung dua konsekuensi, yaitu
1. Bagi
yang telah percaya kepada Nabi, maka dia tidak lagi membutuhkan mu’jizat
2. Para
Nabi sejak Nabi Adam a.s. hingga Isa a.s. diutus untuk suatu kurun tertentu
serta masyarakat tertentu.[1]
b). Unsur-unsur yang menyertai Mukjizat
·
Hal atau peristiwa yang luar biasa,
yaitu sesuatu yang berada diluar jangkauan sebab dan akibat yang diketahui
secara umum hukum-hukumnya. Dengan demikian, hipnotis atau sihir, walaupun
sekilas terlihat luar biasa, karena dapat dipelajari ia tidak termasuk luar biasa.
·
Terjadi atau dipaparkan oleh seseorang
yang mengaku Nabi, yaitu boleh jadi sesuatu yang luar biasa tampak pada diri
seseorang yang kelak bakal menjadi Nabi. Namun ini pun tidak dinamakan
mukjizat, melainkan irhash.
·
Mengandung tantangan terhadap yang
meragukan kenabian
·
Tantangan tersebut tidak mampu atau
gagal dilayani, misalnya Nabi Shaleh a.s. yang menghadapi kaum Tsamud yang amat
gandrung melukis dan memahat, sampai-sampai relief-relief indah “bagaikan
sesuatu yang hidup” menghiasi gunung-gunung tempat tinggal mereka. [2]
c). Macam-macam
Mukjizat
Mukjizat
dapat dibagi dua bagian pokok, yaitu mukjizat yang bersifat material lagi tidak
kekal, dan mukjizat immaterial, logis, lagi dapat dibuktikan sepanjang masa.
Mukjizat nabi-nabi terdahulu merupakan jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat
material dan indriawi dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan atau
dijangkau langsung lewat indera oleh masyarakat tempat Nabi tersebut
menyampaikan risalahnya.
Perahu
Nabi Nuh a.s. yang dibuat atas petunjuk Allah sehingga mampu bertahan dalam
situasi ombak dan gelombang yang demikian dahsyat ; tidak terbakarnya Nabi
Ibrahim a.s. dalam kobaran api yang sangat besar ; tongkat Nabi Musa a.s. yang
beralih wujud menjadi ular ; penyembuhan yang dilakukan oleh Nabi Isa A.s. atas
seizin Allah, dll. Termasuk material indriawi. Ini berbeda dengan mukjizat Nabi
Muhammad SAW. Yang sifatnya bukan indriawi, namun dapat dipahami akal.
Perbedaan
ini disebabkan oleh dua hal pokok :
1). Para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW.
Ditugaskan untuk masyarakat dan masa tertentu. Oleh karena itu, mukjizat merka hanya berlaku untuk masa
dan masyarakat tersebut, tidak untuk sesudah mereka. Ini berbeda dengan nabi
Muhammad yang diutus untuk seluruh umat manusia sampai akhir zaman, sehingga
bukti kebenaran ajarannya selalu ada, dimana dan kapanpun berada. Jika demikian
halnya, tentu mukjizat tersebut tidak
mungkin bersifat material, karena kematerialan membatasi ruang dan waktunya.
2). Manusia mengalami perkembangan dalam
pemikirannya. Umat para nabi khususnya sebelum Nabi Muhammad membutuhkan bukti
kebenaran yang harus sesuai dengan tingkat pemikiran mereka. Bukti tersebut
harus demikian jelas dan langsung terjangkau oleh indra mereka. Akan tetapi,
setelah manusia mulai menanjak ke tahap kedewasaan berpikir, bukti yang
bersifat indrawi tidak dibutuhkan lagi. Itulah sebabnya, Nabi Muhammad ketika
diminta bukti-bukti yang sifatnya demikian oleh mereka yang tidak percaya,
beliau diperintahkan oleh Allah untuk menjawab :
ﻗﻞﺴﺒﺤﺎﻦﺮﺒﯽﻫﻞﮐﻨﺖﺍﻻﺒﺸﺮﺍﺮﺴﻭﻻ
Artinya
:
“katakanlah ‘maha suci Tuhanku,
bukanlah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul ?” (QS. Al-Isra’[17]:93).
2.5
Segi Kemu’jizatan Al-Qur’an
·
Susunan yang indah
·
Adanya uslub yang aneh
·
Sifat agung yang tidak mungkin lagi
seorang makhluk untuk melakukan seperti itu
·
Bentuk Undang-undang yang detail dan
sempurna yang melebihi setiap undang-undang buatan manusia
·
Mengabarkan hal-hal yang ghaib
·
Tidak bertentangan dengan
pengetahuan-pengetahuan umum yang dipastikan kebenarannya
·
Menepati janji dan ancaman yang
dikabarkan Al-Qur’an
·
Adanya ilmu-ilmu pengetahuan yang
terkandung didalamnya
·
Memenuhi segala kebutuhan manusia
·
Berpengaruh kepada pengikut dan berarti
musuh.
2.6 Makna Mu’jizat Al-Qur’an
a). Memahami Kemukjizatan Al-Qur’an
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan
guna mempermudah hal pemahaman bukti-bukti itu, yaitu :
1.
Kepribadian
Nabi Muhammad SAW.
Membuktikan
kebenaran seorang nabi tidak harus melalui mu’jizat yang dipaparkannya, tetapi
juga dapat di buktikan dengan mengenal kepribadian, kehidupan keseharian,
akhlak, dan budi pekertinya. Bahkan juga air mukanya. Imam Al-Ghazali dalam
konteks ini menekankan bahwa apabila anda merasa ragu terhadap seseorang apakah
dia nabi atau bukan, tidak mungkin keraguan itu berubah menjadi keyakinan,
kecuali jika mengetahui keadaannya, baik dengan melihat secara langsung maupun
mendengar beritanya melalui penyampaian sejumlah orang yang menurut adat
mustahil bohong. Atau apabila itu tidak dapat, bisa juga dengan mempelajari
ucapan-ucapannya.
2.
Kondisi
Masyarakat Saat Turunnya Al-Qur’an
Al-Qur’an
menamai masyarakat Arab sebagai masyarakat ummiyin.
Yaitu Kemampuan tulis baca di kalangan masyarakat Arab khususnya pada awal
masa islam sangat minim, sampai ada riwayat yang menyebut jumlah mereka yang
pandai menulis ketika itu tidak lebih
dari belasan orang. Kelangkaan alat tulis-menulis dan ketidakmampuan menulis
mengantarkan mereka untuk mengandalkan hafalan. Kemampuan menghafal pada
gilirannya menjadi tolak ukur kecerdasan dan kemampuan ilmiah seseorang,
sehingga tidak heran jika penyair yang bernama Zurrummah meminta kepada
seseorang yang mendapatinya seorang menulis, untuk tidak memberitahukan kepada
orang lain tentang kemampuannya menulis.
ﺇﻨﻪﻋﻨﺪﻨﺎﻋﻴﺐ
“ Sesungguhnya
kemampuan menulis kalangan kami adalah ‘aib’. “
Masyarakat Arab ketika itu juga dikenal
tidak mahir berhitung. Walaupun
demikian, ini bukan berarti bahwa masyarakat Arab yang dijumpai Al-Qur’an
pertama kali sama sekali tidak mempunyai pengetahuan. Mereka memiliki
pengetahuan antara lain di bidang :
1.
Astronomi,
2.
Meteorologi
3.
Tentang sejarah umat sekitarnya
4.
Pengobatan berdasarkan pengalaman
5.
Perdukunanan
6.
Bahasa dan sastra.
3.
Masa
dan Cara Kehadiran Al-Qur’an
Banyak
aspek yang berkaitan dengan topic ini, tetapi yang perlu di garis bawahi dalam
konteks pembuktian Mu’jizat ini adalah :
·
Kehadiran wahyu Al-Qur’an diluar kehendak
Nabi Muhammad SAW.
·
Kehadirannya secara tiba-tiba.
b). Ayat
- Ayat Teguran
ﻋﺑﺴﻰﻭﺘﻭﻠﻰ(۱)ﺍﻦﺠﺂﺀﻩﺍﻻﻋﻤﻯ ( ٢) ﻭﻤﺎﻴﺪﺮﻴﻚﻠﻌﻠﻪﻴﺯﻜﻰ (٣) ﺍﻭﻴﺫﻜﺮﻔٺﻧﻔﻌﻪﺍﻟﺫﻜﺮﻯ
(٤) ﺍﻤﺎﻤﻦﺍﺴﺘﻐﻨﻯ (٥)
ﻔﺎﻨﺕﻠﻪﺘﺼﺪﯼ (٦) ﻭﻤﺎﻋﻠﻴﻚﺍﻻﻴﺰﻜﻯ (٧) ﻭﺍﻤﺎﻤﻦﺠﺂﺀﻚﻴﺴﻼﻰ (۸ )ﻭﻫﻮﻴﺨﺸﻯ
(٩)ﻓﺎﻨﺖﻋﻧﻪﺗﻠﻫﻯ (١٠)
ﻜﻶﺍﻨﻬﺎﺘﺬﻜﺮﺓ﴿١١﴾ﻔﻤﻦﺸﺂﺀﺫﻜﺮﻩ (١ ٢)
Artinya: “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang
seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barang kali dia ingin membersihkan diri
(dari dosa) atau (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberikan
manfaat baginya ? adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu
melayaninya. Padahal tidak ada celaan atasmu apabila dia tidak membersihkan
diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk
memperoleh pengajaran), sedangkan dia takut (kepada Allah) maka engkau
mengabaikannya. Sekali-kali jangan (berbuat demikian), maka siapa yang
menghendaki tentulah dia memerhatikannya.” (QS ‘Abasa [80]: 1-12)
2.7 Kemukjizatan Al-Qur’an dari Segi
Pembentukan Hukum
a). Cara Al-Qur’an menetapkan hukum
1.
Secara
Mujmal
Yaitu dengan menerangkan pokok-pokok
hukum saja. Demikian pula halnya tentang mu’amalat badaniyah, Al-Qur’an hanya
mengemukakan pokok-pokok dan kadah-kaidah kulliyah
saja. Perincian dan penjelasan hukum-hukum itu diserahkan pada sunnah dan
ijtihad para mujtahid
2.
Agak
Jelas dan Terperinci
Hukum-hukum
yang diterangkan jelas dan agak terperinci ialah hukum jihad, undang-undang
perang, hubungan umat islam dengan umat lain, hukum-hukum tawanan, dan rampasan
perang. Ayat-ayat menjelaskan dasar hukum berjihad seperti dibawah ini :
ﺍﻨﻔﺭﻮﺍﺨﻔﺎﻔﺎﻮﺜﻘﺎﻻﻮﺠﺎﻫﺪﻮﺍﺒﺎﻤﻮﺍﻠﻜﻡﻮﺍﻨﻔﺴﻜﻡﻔﻲﺴﺒﻴﻞﷲﻨﻠﻜﻡﺨﻴﺮﻠﻜﻡﺍﻦﻜﻨﺗﻡﺗﻌﻠﻤﻮﻦ
Artinya ;
“ Berangkatlah kamu baik dalam
keadaan merasa ringan maupun ,merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan
dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui. “ (al- Taubah / 9 : 41).
3.
Jelas
dan Terperinci
Hukum-hukum yang jelas dan terperinci
adalah masalah hutang piutang,
makan-makanan yang halal dan haram, Sumpah, hukum yang disyariatkan untuk
memelihara kehormatan wanita, dan perkawinan. Adapun ayat yang menjelaskan
tentang makan-makanan yang halal dan haram, yaitu :
ﻴﺎﻴﻫﺎﺍﻠﺬﻴﻦﺍﻤﻨﻮﺍﻻﺘﺄﻛﻠﻮﺁﺍﻤﻮﺍﻠﻛﻤﺒﻴﺬﻛﻢﺒﺎﻠﺑﺎﻄﻞﺍﻵﺍﻦﺘﻛﻮﻦﺘﺠﺎﺮﺓﻋﻦﺘﺮﺍﺾﻤﻨﻛﻢ
Artinya :
“ Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.” (al-Nisa’ /
4 : 29).
b). Pengulangan
Ayat-ayat Al-Qur’an
Dalam
al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang diulang, baik itu dalam satu surat atau dalam
satu surat diulang pada surat yang lain. Ayat-ayat yang diulang adakalanya
secara utuh sama antara yang satu dengan yang lainnya, dan ada yang sebaliknya.
Untuk dapat mengetahui ayat-ayat yang diulang-ulang, sangat mudah sekali kita
dapatkan apabila kita mencari dalam kitab fathur
Rahman.
Contoh
ayat yang sama :
ﻓﺒﺎﻱﺍﻵﺀﺮﺒﻛﻤﺎﺘﻛﺬﺒﺎﻦ
Artinya
:
“Maka nikmat Tuhan kamu yang
manakah yang kamu dustakan .”
(al-Rahman / 55 : 13).
ﻓﺒﺎﻱﺍﻵﺀﺮﺒﻛﻤﺎﺘﻛﺬﺒﺎﻦ
Artinya
:
“Maka nikmat Tuhan kamu yang
manakah yang kamu dustakan .”
(al-Rahman / 55 : 16).
c). Pengulangan
Turunnya Al-Qur’an
Diturunkan ayat-ayat Al-Qur’an secara
berulang-ulang untuk penghormatan kepadanya dan untuk mengingatkan sebab
terjadinya agar tidak lupa. Dikatakan bahwa surat Al-Fatihah diturunkan dua
kali, pertama kali di Mekkah dan kedua di Madinah. Sebagaimana di dalam kitab
shahih Bukhari dan Muslim dari Usman an-Nahdi dari Ibnu Mas’ud : Bahwa seseorang
laki-laki (Abu Yasr) mencium perempuan, kemudian datang kepada nabi dan
menanyakan hal tersebut, lalu Nabi memberitahukan kepadanya bahwa Allah telah
menurunkan ayat 144 surat Hud ;
ﻮﺍﻗﻢﺍﻠﺼﻠﻮﺓﻄﺮﻔﻲﺍﻠﻨﻬﺎﺮﻮﺰﻠﻔﺎﻤﻦﺍﻠﻴﻞﺍﻦﺍﺤﺴﻨﺕﻴﺬﻫﺑﻦﺍﻠﺴﻴﺄﺕ
Artinya :
“Dan dirikanlah sembahyang itu pada
kedua tepi siang (pagi dan petang)dan pula bagian permulaan dari malam.
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa)
perbuatan-perbuatan buruk.” (Hud / 11 : 114).
d). Pengulangan
Kisah-kisah Al-Qur’an
Al-Qur’an al-Karim mengandung banyak
sekali cerita-cerita yang diulang-ulang tidak satu tempat saja. Suatu kisah
terkadang disebut banyak sekali dalam berbagai surat dalam Al-Qur’an. Contoh
konkret cerita yang diulang-ulang adalah cerita tentang pembangkangan iblis
terhadap perintah Tuhan atau sujud kepada Nabi Adam a.s.
e). Hikmah
Pengulangan dalam Al-Qur’an
·
Menerangkan retorika al-Qur’an dalam
kecanggihan susunannya.
·
Kokohnya I’jaz al-Qur’an.
·
Pembaca al-Quran akan semakinn penuh
perhatiannya terhadap al-Qur’an.[3]
3. KESIMPULAN
kitab suci Al-Qur’an memiliki
ciri-ciri kemukjizatan, yang luar biasa, tak bisa ditiru dan dipalsukan, dan
diturunkan sebagai bukti atas kebenaran kenabian seseorang. Tampak jelas bahwa
Al-Qur'an merupakan bukti yang paling akurat dan kuat atas kebenaran klaim
Muhammad saw sebagai nabi Allah. Dan agama Islam yang suci adalah hak dan
karunia Ilahi yang paling besar bagi umat Islam. Al-Qur'an diturunkan sebagai
mukjizat abadi hingga akhir masa, kandungannya merupakan bukti atas
kebenarannya. Sebegitu sederhananya argumentasi ini hingga dapat dipahami oleh
setiap orang dan dapat diterima tanpa mempelajarinya secara
khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Al
Munawar. Said Agil Husin, Al-Qur’an
membangun Tradisi Kesalehan Hakiki , Ciputat Press , Jakarta, 2002
Shihab
, M. Quraish. Mukjizat Al-Qur’an , PT Mizan Pustaka ,
Bandung, 2007
Anwar,
Rosihon. Ulum Al-Qur’an, CV Pustaka
Setia, Bandung, 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar