Siang
itu mentari terlihat tersenyum manja pada seorang gadis yang sedang berdiri di
depan gerbang putih berlapis besi. Entah apa yang sedang ia pikirkan, hanya
saja saat itu ia menyimpan kertas putih dalam genggaman tangannya. Perlahan iapun
membuka kertas itu dan membacanya dengan lirih. Kini wajahnya yang sendu itu
terlihat sangat pucat dan perlahan lensa bening di kedua matanya itu
mengeluarkan tetesan air mata. Iapun berjalan dengan langkah tak pasti, seolah
kehilangan tujuan hidup. Tak ada yang dapat menghentikan langkahnya saat itu,
sampai akhirnya sebuah mobil merah melaju dengan kecepatan diatas rata-rata
menghampirinya, namun tiba-tiba seorang laki-laki berpakaian lusuh menarik
tubuhnya dan menyelamatkan hidupnya.
“Hei
laki-laki kerdil, kenapa kau selamatkanku ? aku ingin mati.”
“Dasar
bodoh, untuk apa kamu hidup jika kamu mati sia-sia.”
“Aku
hanya ingin mati, tak ada lagi yang harus ku perjuangkan. Aku tidak memiliki
impian, cita-cita bahkan tujuan hidup. Aku seperti seonggok daging yang hanya
memiliki nama. Ironis, itulah aku dengan kebodohanku.”
Laki-laki
itu berusaha merebut kertas putih dalam genggaman tangan elviana saat itu. Ia
terlihat sangat serius membaca satu persatu kalimat yang ada dalam kertas itu.
Wajahnya kini berubah menjadi merah.
“Hei
gadis bodoh, kenapa kau ingin mati ? lihat dan bacalah isi dari kertas ini !
jika aku jadi kamu aku pasti akan tetap hidup untuk berjuang demi masa
depanku.”
Saat
itu, tetesan air perlahan membasahi pipi elvi dan kini wajahnya terlihat tak
beraturan, Ia tertunduk lemas. laki-laki itupun telah pergi dan menghilang
tanpa jejak.
Kini
siang yang begitu terik itu perlahan berganti dengan malam yang berselimutkan
dingin. Iapun terbaring lemah tak berdaya tanpa ada satupun selimut yang membalut
tubuhnya. Malam itu ia hanya ditemani rembulan yang bersinar terang dan bintang
yang seolah tak pernah lelah untuk tetap memperhatikannya dari jauh.
“Tidak,
jangan kau ambil dia. Aku ingin dia kembali, kumohon!”
“Hei
gadis bodoh, bangun !”
“kamu
lagi ? kamu jangan macam-macam sama saya , nanti saya laporin polisi !”
“siapa
juga yang mau macam-macam, ini aku bawain makanan buat kamu. Isi dulu perutnya,
kasian dari kemaren dibiarkan kosong.”
“kenapa
kamu begitu baik ? kamu siapa sebenarnya ?”
“panggil
aku Andi.”
Lalu
laki-laki itu bangkit dan mengambil gerobak kosong di sampingnya.
“kamu
mau kemana Andi ?”
“saya
mau bekerja.”
“saya
ikut.”
Andi
ternyata seorang pemulung, kehidupanlah yang memaksanya untuk melakukan hal
itu. Mengambil barang-barang bekas dan menjualnya kembali dengan hasil yang
tidak layak dikatakan cukup. Belum pernah terbesit dalam benaknya untuk menjadi
seperti Andi yang harus bekerja keras untuk mempertahankan hidupnya di dunia
yang teramat pahit ini. Kadang ia berpikir, apa sebenarnya tujuan hidup Andi.
Apakah dia juga memiliki tujuan atau mungkin ia hanya seonggok daging yang tak
berarti.
“andi,
apa kamu punya tujuan hidup ?”
“iya
tentu. Tujuan hidupku sebenarnya bukan menjadi seorang pemulung. Kehidupan yang
telah memaksaku untuk menjadi seperti ini. Aku akan menjadi apapun hanya untuk
menyelamatkan hidup ibuku. Karena sejatinya, tujuan hidupku adalah memberi
kehidupan yang layak bagi beliau, meskipun saat ini aku hanya menjadi pemulung
tapi suatu hari nanti aku akan membangun sebuah perusahaan besar dan membuat
ibuku bangga memiliki anak sepertiku. Mungkin hari ini aku masih sama seperti
ulat bulu itu, tak ada orang yang menyukainya karena bentuknya yang buruk. Tapi
suatu hari nanti ulat bulu itu akan berubah menjadi kupu-kupu yang indah dan
memikat semua orang yang melihatnya.”
“that’s
great ! “
“kamu
sendiri ?”
“aku
bingung, aku merasa tak memiliki tujuan hidup.”
“elvi,
semua makhluk yang diciptakan Tuhan itu memiliki tujuan hidup. Cobalah untuk
bermimpi dan peluklah impian kamu , percaya bahwa kamu pasti bisa menjadi apa
yang kamu inginkan.”
Suasanapun
menjadi sunyi. Elviana terlihat sedang mencari jawaban atas semua pertanyaan
yang terbesit dalam benaknya. Apakah ia terlalu bodoh hingga ia tak pernah tau
dengan tujuan hidupnya sendiri. Lalu untuk apa hidup ini dilanjutkan jika yang
tersisa hanya bayangan hitam yang pekat. Seolah tak akan menemukan cahaya di
ujung penantian hidupnya. Lalu sebenarnya impian itu apa ? apakah impian itu
hanyalah hasil dari sebuah proses imajinasi yang panjang ? ataukah itu adalah
satu langkah yang dapat merubah kehidupannya ?
***
Ia
melangkahkan kakinya dengan membawa sejuta Tanya dalam benaknya , iapun mengamati
wajah-wajah baru yang ia temui di sudut kota itu. Wajah dengan ribuan ekspresi.
Apakah mereka semua memiliki tujuan hidup ? ataukah ada diantaranya yang
bernasib sama seperti dirinya ?
Ia
mencoba untuk bangkit dari tidur lelapnya, dari mimpi-mimpi buruk yang selama
ini menghantui hari-harinya. Ia ingin melalui sebuah proses metamorfosa, seperti
kupu-kupu yang terbang bebas, lepas, tanpa beban. Ia begitu dicintai, karena
memiliki sayap yang begitu elok. Ia berhasil melalui sebuah proses
metamorphosis, berawal dari ulat bulu yang terlihat begitu buruk, tak ada orang
yang menyukainya, bahkan ia menjadi the worst enemy untuk sebagian orang. Namun
ulat bulu yang buruk tersebut dapat berubah menjadi sesuatu yang begitu indah.
Dear God, ada banyak hal yang ingin
aku ceritakan padamu. Tentang diriku dan kehidupanku. Aku merasa hidupku
seperti seorang robot, aku kehilangan kendali untuk memutuskan apa yang
seharusnya kulakukan. Ayahku adalah pengatur scenario dalam hidupku. Aku hanya
menjalankan semua impian-impiannya. Kadang aku merasa aku tak pernah memiliki
sebuah impian. Bahkan aku tak pernah tahu tentang definisi impian yang
sebenarnya. Aku hidup hanya untuk memenuhi impian ayahku. Tidak seperti
pemulung itu yang bisa memutuskan masa depannya dengan kehendak sendiri. Aku
ingin memiliki perspektif yang sama seperti pemulung yang kutemui di trotoar kota
itu. Pemulung yang telah menyelamatkan hidupku , juga mengubah perspektifku
dalam memandang sebuah kehidupan. Aku bukan lagi seorang robot yang dimainkan
sesuka hati, tapi aku adalah aku. Seorang manusia yang merindukan kebebasan,
aku memiliki hak untuk berpendapat, untuk bermimpi, dan untuk menentukan masa
depanku sendiri. Aku ingin menjadi seorang arsitek, bukan menjadi seorang guru.
Aku akan menjadi apa yang aku impikan, karena aku yakin tak akan ada yang dapat
merubah nasibku, selain diriku sendiri, tak akan ada yang tahu tentang
potensiku selain diriku sendiri, aku tahu apa yang harus aku lakukan untuk
meraih cahayaku kembali.
***
Perlahan
ia membuka gerbang putih berlapis besi itu dengan pasti. Ia sangat merindukan
kediamannya, dan tentunya ia sangat merindukan orangtuanya.
“elvi, kamu kemana saja sayang ?”
“ayah,
ibu aku minta maaf karena pergi dari rumah tanpa memberitahu kalian. Aku gak
akan melakukan hal ini lagi. Aku akan membuat kalian bangga.”
“trimakasih
nak, jadilah anak yang selalu ayah dan ibu banggakan.”
“iya
ayah. Tapi aku ga bisa wujudin impian-impian ayah lagi. Ini hidup aku yah, dan
aku berhak untuk memutuskan masa depan elvi sendiri. Aku berhak untuk
mewujudkan impian-impianku. Aku janji akan menjadi seseorang yang bisa kalian
banggakan.”
“iyah
nak, maafkan ayah. Kejarlah apa yang kamu inginkan. Wujudkan impianmu itu. Ayah
ga akan memaksa kamu untuk menjadi apa yang ayah mau, cukup jadi diri kamu dan
lakukan yang terbaik untuk hidup kamu dan masa depan kamu. Ayah percaya kamu
pasti bisa.”
“trimakasih
ayah , ibu. Kalian adalah malaikat pelindungku. Aku takkan membuat kalian
kecewa.”
Saat
itu ia berjanji untuk mengubah hidupnya menjadi lebih baik lagi. Semuanya
diawali dengan melangkah. Karena satu langkah yang diputuskan akan mengubah
nasibnya. ia sudah membayangkan masa depannya , tujuan hidupnya yang sebelumnya
hanya ada bayang-bayang hitam tanpa cahaya. Kini ia siap untuk melangkah,
berjalan bahkan berlari menggapai impian-impian yang ia miliki. You are never too old to set another goal or
to dream a new dream.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar